Ya, mumpung masih Desember saya mau menulis beberapa hal walaupun sebentar lagi tampaknya saya akan terlelap dengan sangat "oke" (apa definisi dari "oke"?) di atas kasur saya yang hanya saya fungsikan setengahnya. Jujur saya tidak ada minat merayakan tahun baru, bukannya mau mendiskriminasi karena kebiasaan merayakan tahun baru ini tidak berasal dari agama yang saya anut ataupun merupakan budaya masyarakat yang telah mengalir secara tradisional saya jadi merasa biasa saja dengan itu. Hmm.. apalagi ya, memang sejujurnya saya juga bukan tipe orang yang merayakan banyak hal jadi saya sering saja menjalankan hari dengan biasa. Adalagi orang-orang yang mengisi tahun baru dengan mabit (berasal dari bahasa arab yang artinya menginap (kalau tidak salah) tapi akhir-akhir ini sering lebih difungsikan sebagai menginap yang bermanfaat oleh kalangan rohis, bahkan ada singkatan malam bina iman dan takwa), menurut saya hal itu juga terlalu memaksa. Well, memang tidak ada yang salah dengan itu, tapi bukan berarti kita harus membuat tandingan atas sesuatu yang kita anggap kurang baik bukan? Hura-hura memang bukan hal yang baik, kecuali anda tipe orang yang menderita sepanjang tahun, dikekang oleh majikan yang kejam, hanya boleh istirahat 5 jam per bulan (lebay sih, tapi faktanya memang ada orang yang menerima nasib semacam ini). Ada juga orang yang menganggap alasan mengapa kita tidak sepantasnya berhura-hura dikarenakan masih adanya orang yang kesusahan di sekitar kita, kalau begitu jangankan hura-hura, bukankah seharusnya kita sama sekali tidak pantas merasa bahagia apabila ada orang yang masih kesulitan di sekitar kita? Sebaiknya berpikirlah secara realistis, bersyukurlah dan berbahagialah dengan semua kebaikan yang telah kita terima, jangan lupa untuk membagi kebahagiaan tersebut dengan orang-orang yang membutuhkannya, itu saja.
Berikutnya, adalagi yang bilang tidak sepantasnya kita berbahagia karena baru saja Gus Dur (dengan nama sebenarnya Abdurrahman Wahid) meninggal, jadi ini sebagai minggu duka. Dia memang mantan presiden kita, tapi sejujurnya saya mau menanyakan, what good has he brought to our contry? Waktu saya menceritakan kemeninggalan dia kepada kedua orang tua saya, tidak ada satupun termasuk saya yang mengucap innalillahi terlebih dahulu, baru setelah itu di dalam hati masing-masing (tampaknya). Sejujurnya kami tidak kehilangan begitu banyak hal dengan itu, ya setidaknya saya lah. Saya tidak pernah ingat satu pun prestasi yang pernah dia lakukan terhadap bangsa ini, selain menjadikan hari raya imlek sebagai hari libur, khususnya bagi kaum Tiong Hoa. Menurut saya ini aneh sih.. karena pada dasarnya hari raya imlek itu merupakan hari raya budaya atau etnis, bukan agama. Sudah jelas Indonesia berdasarkan ketuhanan yang maha esa, kalau memang mau membuat hari raya etnis, sejujurnya dengan seadil-adilnya saya akan membuat hari libur pada saat tahun baru Jawa, ataupun seluruh etnis yang ada di Indonesia. Yah intinya, jadilah pemimpin yang baik, biar tidak ada respons-respons yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh orang-orang semacam saya. Semoga semua kebaikan yang pernah dilakukan beliau dapat membantunya di alam yang lain, Amin.
Ngomong-ngomong lagi, ini jelas bukan tulisan terakhir saya. Ini hanya sekedar tulisan terakhir saya di tahun 2010 ini mumpun masih Desember dan ingin menambahkan archive blog. Yang paling penting bukan penulisnya, tapi hasrat yang tertuang di dalam tulisannya itu harus hidup selama-lamanya. Doakan saya menjadi orang yang lebih baik di tahun depan ya, see you next year.
Regards,
Muhammad Al Atiqi a.k.a. Arutaki